MENU

CANDI GEDONG SONGO DALAM PERSPEKTIF SEJARAH DAN GEOGRAFI



CANDI GEDONG SONGO
DALAM PERSPEKTIF SEJARAH DAN GEOGRAFI

 (Oleh : Amir Alamsyah, S.Pd.)


Pendahuluan
Candi dalam istilah Bahasa Indonesia yang merujuk kepada sebuah bangunan keagamaan tempat ibadah peninggalan purbakala yang berasal dari peradaban Hindu-Buddha. Bangunan ini digunakan sebagai tempat pemujaan dewa-dewi maupun memuliakan Buddha. Candi merupakan bangunan replika sebagai tempat tinggal para dewa yang sebenarnya, yaitu Gunung Mahameru. Karena itu, seni arsitekturnya dihias berbagai macam ukiran dan pahatan berupa pola hias yang disesuaikan alam Gunung Mahameru. Candi-candi dan pesan yang disampaikan lewat arsitektur, relief, serta arca-arcanya tak pernah lepas dari unsur spiritualitas, daya cipta, dan ketrampilan para pembuatnya.
Kompleks Candi Gedong Songo yang terletak di lereng Gunung Ungaran, tepatnya di Desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Para ahli belum dapat memastikan waktu dan tujuan pembangunan Candi Gedong Songo karena belum ada prasasti yang ditemukan menyebut tentang keberadaannya. Lokasinya berada di daerah perbukitan yang dibangun pada masa awal perkembangan agama Hindu di Jawa pada masa pemerintahan raja-raja Dinasti Sanjaya dari Kerajaan Mataram Lama.
Berdasarkan gaya arsitektur dan letaknya merupakan candi Hindu Syiwa yang dibangun untuk keperluan pemujaan. Pada saat itu dataran tinggi atau perbukitan dianggap sebagai perwujudan “kahyangan”, yaitu tempat bersemayam para dewa. Keberadaan candi ini diungkapkan pertama kali dalam laporan Raffles pada tahun 1740 M. Pada awalnya hanya tujuh kelompok bangunan yang ditemukan, sehingga Raffles menyebutnya Gedong Pitu. Setelah ditemukan, dilakukan beberapa penelitian terhadap candi oleh para arkeolog Belanda, antara lain Van Stein Callenfels (1908 M) dan Knebel (1911 M). Dalam penelitian tersebut ditemukan dua kelompok candi lain, sehingga namanya diubah menjadi Gedong Songo (dalam bahasa Jawa berarti sembilan bangunan). Pada tahun 1928 - 1929 M, dinas purbakala pada zaman pemerintahan Belanda melakukan pemugaran terhadap Candi Gedong I dan Candi Gedong II. Pemugaran candi dan penataan lingkungan juga dilakukan oleh pemerintah Indonesia selama hampir 10 tahun dari tahun 1972 - 1982 M. 




Berdasarkan fungsinya candi memiliki dua fungsi yaitu candi sebagai tempat pemujaan atau ibadah dan candi sebagai tempat pemakaman. Sedangkan candi Gedong Songo diperkirakan sebagai candi untuk pemakaman, karena pada saat ditemukan di sekitar candi banyak terdapat abu. Sangat mungkin abu ini merupakan bekas pembakaran orang yang meninggal. Sesuai ajaran Hindu orang yang meninggal biasanya dibakar melalui upacara keagamaan.
Bangunan candi yang masih utuh bentuknya kini tinggal lima bangunan yaitu candi Gedong I, II, III, IV dan V. Candi Gedong I terdiri satu bangunan dan masih utuh, candi Gedong II terdiri dua bangunan bangunan induk masih utuh dan satunya lagi tidak utuh. Candi Gedong III terdiri dari tiga bangunan yang semuanya masih utuh. Candi Gedong IV terdapat empat bangunan candi, tetapi tinggal satu bangunan candi saja yang masih utuh. Candi Gedong V tampak bekas-bekas pondasi candi yang menunjukkan dahulu banyak sekali bangunan candi. Tetapi sekarang tinggal satu bangunan candi induk yang masih utuh. Candi Gedong VI, VII, VIII dan IX sekarang sudah tidak jelas lagi sisa-sisanya, karena beberapa reruntuhan bangunan yang ada banyak diamanakan oleh petugas Candi Gedongsongo.   



Profil Candi Gedong Songo
Candi Gedong I
Candi Gedong I terdiri dari satu bangunan utuh, berukuran relatif kecil dengan denah dasar persegi panjang. Atap candi berbentuk segi empat bersusun dengan hiasan pola kertas tempel di sekelilingnya. Separuh dari puncak atap terlihat telah hancur. Di sebelah tenggara terlihat Gunung Telomoyo, Gunung Merbabu, dan Gunung Merapi.
Kaki candi (batur) dengan denah dasar segi empat dihiasi deretan panel dengan pahatan bermotif bunga (padma) dan sulur-suluran yang sederhana. Tinggi batur sekitar 1 m, dengan tangga menuju ruangan kecil dalam tubuh candi terletak di sisi timur. Permukaan batur membentuk selasar selebar sekitar 0,5 m mengelilingi tubuh candi. Sepanjang tepi selasar diberi pagar, tetapi sebagian besar batu pagar sudah tanggal atau bahkan hilang.
Dinding luar tubuh candi polos tanpa relief atau relung tempat menaruh arca. Di tengah dinding terdapat pahatan bermotif bunga yang membentuk semacam bingkai kosong, sehingga tidak dapat dipastikan apakah dalam bingkai tersebut tadinya terdapat arca atau pahatan lain.




Candi Gedong II
Candi Gedong II terdiri satu bangunan utuh dengan denah dasar bujur sangkar seluas sekitar 2,5 m². Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 1 m. Pelipit atas batur menjorok ke luar membentuk selasar selebar 0,5 m mengelilingi tubuh candi. Tangga naik ke selasar terdapat di sisi timur, tepat di depan pintu masuk ke ruangan kecil dalam tubuh candi. Pintu candi dilengkapi semacam bilik penampil yang menjorok keluar sekitar 1 m dari tubuh candi. Di atas ambang pintu dihiasi dengan pahatan Kalamakara.
Pada dinding luar sisi utara, selatan, dan barat terdapat susunan batu yang menjorok ke luar dinding, membentuk bingkai sebuah relung tempat arca. Bagian depan bingkai relung dihiasi pahatan berpola kertas tempel. Bagian bawah bingkai dihiasi sepasang kepala naga dengan mulut menganga. Di bagian atas bingkai terdapat hiasan kalamakara tanpa rahang bawah.
Atap candi berbentuk 3 balok bersusun, makin ke atas makin mengecil dengan puncak atap runcing. Puncak atap candi saat ini sudah tidak ada. Sekeliling masing-masing kubus dihiasi pahatan pola kertas tempel. Di setiap sudut terdapat hiasan berbentuk seperti mahkota bulat berujung runcing. Sebagian besar hiasan tersebut sudah rusak. Di depan bangunan candi terdapat bangunan lain yang sekarang hanya tersisa pondasi dan reruntuhan bangunan yang diperkirakan sebagai candi perwara.





Candi Gedong III
Candi Gedong III terdiri dari tiga bangunan yaitu dua bangunan yang berjajar menghadap ke timur dan satu bangunan yang menghadap ke barat. Ketiga bangunan tersebut dapat dikatakan keadaannya utuh. Kedua bangunan yang menghadap ke timur mirip sepasang bangunan kembar, namun yang berada di sebelah utara lebih besar dan lebih tinggi daripada yang di selatan. Bangunan yang lebih besar yaitu di utara, diperkirakan merupakan candi induk atau candi utama, sedangkan bangunan yang lebih kecil diperkirakan sebagai candi perwara. Tubuh candi berdiri di atas batur yang rendah dengan denah dasar berbentuk persegi.
Atap kedua bangunan tersebut berbentuk 3 persegi bersusun, makin ke atas makin mengecil dengan puncak atap runcing, mirip atap Candi Gedong II. Sekeliling kubus dihiasi dengan pahatan pola kertas tempel. Pada setiap sudut terdapat hiasan berbentuk seperti mahkota bulat berujung runcing dan disekeliling tubuh candi terdapat selasar sempit dan tanpa pagar.
Pintu masuk kedalam ruangan sempit dan dalam tubuh candi dilengkapi bilik penampil yang menjorok sekitar 1 m keluar tubuh candi. Tepat di depan pintu terdapat tangga naik ke selasar yang dilengkapi dengan pipi tangga dengan pahatan bunga di pangkalnya. Pada dinding di kiri dan kanan ambang pintu bangunan utara terdapat relung berisi arca Syiwa dalam posisi berdiri dengan tangan kanan bertelekan pada sebuah gada panjang.
Kedua bangunan yang menghadap timur tersebut berdiri di atas batur yang rendah dengan denah dasar berbentuk bujur sangkar. Di pertengahan masing-masing sisi kaki candi terdapat relung, salah satunya berisi arca Ganesha. Pada dinding di sisi barat, utara, dan selatan masing-masing bangunan terdapat relung tempat meletakkan arca. Relung-relung pada dinding bangunan candi perwara saat ini dalam keadaan kosong. Dalam relung pada dinding selatan candi utama terdapat Arca Ganesha dalam posisi bersila, sedangkan dalam relung pada dinding selatan terdapat Arca Durga bertangan delapan dalam posisi berdiri.
Bangunan ketiga di kompleks Candi Gedong III terletak di depan candi utama dan candi perwara. Bangunan ini mempunyai denah dasar persegi panjang dengan atap mirip “limasan” melengkung. Di atas atap berjajar memanjang 3 hiasan berbentuk seperti menara kecil. Pintu masuk bangunan yang berhadapan dengan candi induk terlihat sederhana tanpa bingkai. Di atas ambang pintu tampak bekas hiasan yang rusak. Pada dinding bangunan tidak terdapat relung yang diperkirakan berfungsi sebagai tempat penyimpanan atau gudang.









Candi Gedong IV
Candi Gedong IV terdiri satu bangunan utuh dan sejumlah reruntuhan bangunan disekelilingnya. Belum diketahui bagaimana bentuk asli dan apa fungsi bangunan-bangunan yang telah runtuh tersebut, tetapi diperkirakan sebagai candi perwara.
Bangunan yang masih utuh tersebut bentuknya mirip dengan bangunan Candi Gedong II. Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 1 m dengan denah dasar persegi panjang. Pelipit atas batur menjorok ke luar membentuk selasar selebar 0,5 m mengelilingi tubuh candi. Tangga naik ke selasar terdapat di sisi timur, tepat di depan pintu masuk ke ruangan kecil dalam tubuh candi.
Pintu candi dilengkapi dengan semacam bilik penampil yang menjorok keluar sekitar 1 m dari tubuh candi. Di atas ambang pintu dihiasi dengan pahatan Kalamakara tanpa rahang bawah. Di kiri dan kanan ambang pintu terdapat relung tempat arca yang saat ini dalam keadaan kosong. Di bagian bawah ambang relung diberi hiasan yang sudah tidak jelas bentuk aslinya.
Pada dinding luar sisi barat, utara, dan selatan terdapat relung-relung berisi arca. Salah satu arca yang masih ada berupa sosok lelaki dalam posisi berdiri. Arca tersebut dalam keadaan rusak. Atap Candi Gedong IV berbentuk 3 persegi bersusun, makin ke atas makin mengecil dengan puncak atap runcing, mirip atap Candi Gedong II. Sekeliling kubus dihiasi dengan pahatan pola kertas tempel. Pada setiap sudut terdapat hiasan berbentuk seperti mahkota bulat berujung runcing.









Candi Gedong V
Candi Gedong V terdiri dari satu bangunan utuh dan sejumlah reruntuhan bangunan lain di sekelilingnya yang diduga sebagai candi perwara. Bangunan yang masih utuh tersebut bentuknya mirip dengan bangunan Candi Gedong II dan Candi Gedong IV.
Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 1 m dengan denah dasar persegi panjang. Pelipit atas batur menjorok keluar membentuk selasar selebar 0,5 m mengelilingi tubuh candi. Tangga naik ke selasar terdapat di sisi timur, tepat didepan pintu masuk ke ruangan kecil dalam tubuh candi. Pintu candi dilengkapi semacam bilik penampil yang menjorok keluar sekitar 1 m dari tubuh candi. Di atas ambang pintu dihiasi pahatan Kalamakara tanpa rahang bawah. Di kiri dan kanan ambang pintu terdapat relung tempat arca yang saat ini juga dalam keadaan kosong. Di bagian bawah ambang relung diberi hiasan yang sudah tidak jelas bentuk aslinya.
Pada dinding luar sisi barat, utara dan selatan terdapat relung-relung berisi arca. Salah satu arca yang masih ada adalah Arca Ganesha dalam posisi bersila di atas bangku dengan kedua tangan di atas paha. Telapak tangan menumpang di atas paha sedangkan telapak tangan kanan berada di atas lutut. Arca tersebut sekarang dalam keadaan rusak atau tidak utuh lagi.















Perspektif sejarah Candi Gedong Songo
Candi GedongSongo dari aspek sejarah berdirinya, kapan dibangun, oleh siapa, apa fungsi candi, mengapa memilih tempat lokasi disini, sampai makna dari bagian-bagian candi, karakteristik candi Hindu, nama-nama patung, simbol-simbol patung, sampai perbandingan dengan candi-candi ditempat lain. Namun diperkirakan oleh para ahli bahwa candi Gedong Songo dibuat semasa dengan Candi Dieng yang dibuat pada kurun waktu abad ke 7 sampai 9 Masehi pada masa Dinasti Sanjaya dari Kerajaan Mataram Lama.
Nama Gedong Songo diberikan oleh penduduk setempat untuk kompleks candi tersebut yang berasal dari bahasa Jawa, “Gedong” berarti rumah atau bangunan, “Songo” berarti sembilan. Jadi arti kata Gedong Songo adalah sembilan (kelompok) bangunan. Semua candi terdiri dari tiga bagian yaitu bagian bawah (alas candi) yang menggambarkan alam manusia, bagian tengah candi merupakan alam yang menghubungkan alam manusia dan lama dewa, bagian atas (puncak candi) adalah menggambarkan alam para dewa. Candi Gedongsongo berlatar belakang agama hindu, hal ini dapat dilihat dari arca-arca yang menempati relung-relung candi. Misalnya arca Ciwa Mahadewa, Ciwa Mahaguru, Ganeca, Dhurga Nahisasuramardhini, Nandiswara dan Mahakala. Bentuk Candi Hindu cenderung ramping, lancip, dan tinggi.
Gunung adalah tempat persembahan terhadap roh nenek moyang. Kepercayaan ini merupakan tradisi masyarakat lokal pra Hindu. Sedangkan gunung merupakan tempat tinggal para dewa menurut tradisi Hindu yang saat itu sedang berkembang secara global mempengaruhi hampir separuh dunia. Tradisi lokal biasanya terkurangi perannya oleh tradisi global, ternyata keduanya mampu berdiri setara di Gedongsongo.
Tahun 1740 M, Loten menemukan kompleks Candi Gedongsongo. Tahun 1804 M, Raffles mencatat kompleks tersebut dengan nama Gedong Pitoe karena hanya ditemukan tujuh kelompok bangunan. Van Braam membuat publikasi pada tahun 1925 M, Friederich dan Hoopermans membuat tulisan tentang Gedongsongo pada tahun 1865 M. Tahun 1908 Van Stein Callenfels melakukan penelitian terhadapt kompleks candi dan Knebel melakukan inventarisasi pada tahun 1910 - 1911 M.
Di Kompleks Candi Gedongsongo, kaki candi dapat dikenali melalui profilnya yang terdiri dari sisi genta dan pelipit lurus. Pada bagian luar tubuh candi terdapat relung-relung yang dahulu berisi arca Parswadewata, namun sekarang sebagian besar dalam kondisi kosong, Pada bilik dalam candi dahulu berisi lingga-yoni. Relung bagian luar tubuh dihias dengan motif flora dan kadang ada hiasan berupa”Kala”.
Parswadewata di Jawa ditafsirkan sebagai persembahan kepada roh nenek moyang yang telah bersatu dengan Siwa dan di candi disimbolkan dengan Lingga-Yoni yang dikawal oleh dewa pengiring yaitu Durga (istri Siwa), Ganesha (anak Siwa), dan Agastya (seorang resi yang memiliki kemampuan spiritual setara dengan dewa).
Atap Candi bertingkat tiga dengan hiasan miniatur candi dan antefik baik polos maupun berhias. Denah candi hampir seluruhnya berbentuk bujur sangkar, tetapi ada pula candi dengan denah persegi panjang, sedang ukuran candi sangat bervariasi  yaitu lebarnya sekitar 4,5 m - 9,5 m, panjang  4,8 m - 9 m, dan  tingginya 3 m - 8,9 m.
Sebagian besar candi Gedongsongo menghadap ke barat, menghadap arah puncak Gunung Ungaran. Semua candi mempunyai candi pewara, kecuali Candi Gedong I. Banyak candi pewara yang sudah runtuh atau rusak. Dasar candi biasanya berbentuk persegi dengan ukuran 6 x 6 m atau 10 x 10 m. Candi Gedong III terdiri dari tiga bangunan yaitu candi induk menghadap ke barat, candi apit di sebelah utara, dan candi Perwara di depan candi induk. Arca pada relung candi induk masih dapat dijumpai yaitu Durga di relung utara, Agastya di relung selatan, Ganesha di relung timur, dan Mahakala dan Nandiswara terdapat di kiri-kanan pintu candi. Candi Perwara memiliki bentuk yang hampir sama dengan Candi Semar diKompleks Candi Dieng yaitu berbentuk persegi panjang.
Perspektif geografi Candi Gedongsongo
Candi Gedongsongo secara geografi berdasarkan letak astronomis (letak berdasarkan garis lintang dan garis bujur) yaitu pada 110º20’27’’BT dan 7º14’3’’ LS. Berdasarkan letak geografis (letak berdasarkan posisinya terhadap daerah di sekitarnya) berada di lereng sebelah timur Gunung Ungaran. Lokasi Candi Gedongsongo di Desa Darum, Kelurahan Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Candi Gedongsongo dapat dicapai dari dua arah yaitu dari Ambarawa - Sumowono dengan jarak 14 km, dari Ungaran - Sumowono berjarak 19 Km. Jarak Candi Gedong Songo dari Desa Jimbaran tepatnya dari SMP Negeri 1 Bandungan hanya berjarak lebih kurang 9 km kearah selatan. Candi Gedongsongo berada di lereng Gunung Ungaran dan dibangun pada abad ke-8 Masehi. Ketinggian Candi Gedongsongo 1200 m - 1300 m dpl. Letaknya cukup tinggi sehingga udaranya cukup dingin, bahkan berkabut pada musim dingin. Pemandangan alam sangat indah dilatarbelakangi Gunung Ungaran di sebelah Barat dan dataran rendah Rawa Pening di sebelah Timur.
Di lingkungan Candi Gedong Songo terdapat sumber air panas yang mengandung belerang dengan suhu air mencapai >70º C. Kandungan belerang pada air panas dapat menyembuhkan banyak penyakit kulit. Munculnya air panas ini menunjukkan adanya gejala post vulkanik, artinya dulu Gunung Ungaran pernah aktif meletus. Proses terjadinya air panas terjadi akibat kontak antara air tanah dan gas solfatar yang keluar dari perut bumi yang panas. Munculnya sumber air panas menyusup pada lapisan kulit bumi yang paling lemah seperti daerah retakan, daerah patahan, dan lain-lain.
Akhir kata dari pembahasan ini, kiranya dapat menjadi bahan pemahaman bagi para pembaca, para pengunjung kompleks Candi Gedong Songo, maupun para siswa dalam mempelajari mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.




Kesimpulan
Kompleks Candi Gedong Songo dapat menjadi sumber inspirasi bagi generasi penerus bangsa Indonesia bahwa dengan kerja keras, tekun, kerjasama, taat beribadah dapat menciptakan sesuatu yang besar manfaatnya bagi kehidupan sekarang maupun yang akan datang. Hal ini dapat dicontohkan dengan adanya pendirian Candi Gedong Songo di lereng Gunung Ungaran yang cukup tinggi tempatnya dan bahan pembuatannya dari batu andesit yang jauh dari asalnya. Pembangunan Candi tersebut berarti masyarakat Indonesia pada masa Kerajaan Mataram Lama sekitar abad ke 7 - 9 Masehi telah mengenal ilmu bangunan dan ilmu ukur yang baik pada masanya.
Potensi yang dapat dimanfaatkan saat ini yaitu dapat menjadi tempat wisata yang menarik dengan pemandangan sekitar Candi Gedong Songo yang indah dengan udara sejuk serta dapat menambah kesehatan bagi para pengunjungnya jika bersedia jalan kaki mengunjungi satu persatu kelompok dari Candi Gedong I sampai dengan candi Gedong V. Selain itu kita dapat lebih memahami tentang perjalanan sejarah bangsa Indonesia, bahwa generasi sekarang ada karena ada yang mendahului kita sejak masa lampau sudah tinggal dan memiliki peradaban yang tinggi di bumi Nusantara.


----------  semoga bermanfaat  ----------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar